A. Pendahuluan
Konflik merupakan hal yang tidak bisa dihindari oleh manusia.
Konflikmerupakan hal yang alami, yang setiap individu pasti pernah dihadapkan dalam suasana
demikian. Dalam kondisi yang tampak damai pun, masih terdapat potensi konflik atau konflik yang sifatnya masih tersembunyi (latent
conflict).
Agar tetap menjaga
kondisi yang harmonis maka diperlukan upaya khusus untuk menangani konflik. Jika konflik masih berada pada tahap latent, maka salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah pendekatan pencegahan konflik (conflictprevention). Pencegahan konflik merupakan salah satu pendekatan yang
digunakan dalam rangka
penyelesaian konflik. Pencegahan konflik atau biasa dikenal dengan conflict prevention bertujuan untuk mencegah konflik agar tidak mencapai padatingkat open conflict. Artinya,
pencegahan konflik merupakan langkah awal agar konflik tidak muncul sebagai tindakan yang destruktif. Untuk itu, konflik harus bisa dikelola
agar tidak sampai pada tindak kekerasan. Di dalam makalah ini akan dijelaskan
tentang apa yang dimaksud
dengan pencegahan konflik, apa saja pembagian konflik,
bagaimana analisis konflik,
bagaimanah strategi konflik.
B. Pengertian Pencegahan
Konflik
(Conflict
Prevention)
Menurut Selo Sumardjan dan Soelaeman Soemardi konflik merupakan
salah satu bentuk interaksi sosial yang terjadi akibat adanya
ketegangan antara satu pihak dengan pihak lain.[1] Sedangkan menurut
Soerjono Soekanto, konflik adalah proses pencapaian tujuan dengan
cara mengalahkan pihak lawan tanpa memperhatikan norma dan
nilai yang berlaku.
kata conflict dipahami sebagai
hubungan yang tidak harmoni antar individu.
Sedangkan kata prevention dapat
dipahami sebagai bentuk
pencegahan, artinya proses awal dari serangkaian upaya pengelolaan
konflik. Konflik juga berarti proses yang menyangkut usaha
suatu kelompok tertentu untuk menghancurkan kelompok lain seperti
konflik kelas.[2]
Jacob
Bercovitch memberikan definisi pencegahan konflik yaitu Pencegahan konflik pada dasarnya adalah tentang sarana mengakhiri bagaimana mengidentifikasi situasi yang mungkin menjadi berbahaya, kekerasan sangat merusak, dan bagaimana untuk menghentikan mereka
menjadi demikian. Ini bukan tentang mencegah konflik
normal sehari-hari melainkan usaha menghindari kekerasan dan perusakan secara turun temurun.
C. Pembagian
konflik
Simon Fisher sebagaimana dikutip Mukhsin Jamil (dkk) membagi konflik
ke dalam empat tipe, yaitu Pertama, kondisi
tanpa konflik (no conflict). Artinya, kondisi yang menunjukkan
ketiadaan konflik. Tipe pertama
ini
sering
juga disebut dengan “nihil
konflik”. Namun demikian, realita
kehidupan
tidak selalu berjalan sesuai dengan apa yang diidamkan.
Setiap orang pasti mendambakan
kehidupan yang nihil konflik, damai, tentram. Namun, pada
kenyataannya konflik hadir secara alami dalam kehidupan manusia. Persinggunan pendapat, perbedaan kepentingan atau bahkan permusuhan kerap kali terjadi dalam kehidupan
manusia. Adapula yang menggambarkan kondisi tanpa konflik yaitu kondisi yang
menggambarkan situasi yang relatif stabil, hubungan-hubungan antar kelompok bisa saling memenuhi dan damai, tipe ini bukan
berarti tidak ada konflik dalam masyarakat, akan tetapi ada kemungkinan atas
situasi ini, pertama:
masyarakat mampu menciptakan struktur sosial yang bersifat mencegah kearah politik
kekerasan. Kedua, sifat budaya yang
memungkinkan anggota masyarakat menjauhi permusuhan dan kekerasan.[3]
Maka dari itu, dalam kondisi yang tampak damai,
sebenarnya masih berpotensi terjadi konflik di dalamnya. Menurut Achmad Gunaryo, konflik merupakan bagian dari kehidupan karena harmoni adalah
bagian kehidupan. Keberadaanya bagaikan dua sisi pada mata uang yang sama. Dimana ada harmoni, maka di situ ada (setidaknya potensi)
konflik.[4]
Kedua, konflik laten (latent conflict). Konflik
laten adalah konflik yang berada di
bawah permukaan sebelum dapat diselesaikan secara efektif. Pada
tipe ini, menggambarkan pula pada suatu keadaan yang di dalamnya
terdapat banyak persoalan, sifatnya tersembunyi dan perlu diangkat ke
permukaan agar biasa ditangani.
Ketiga, konflik terbuka (open conflict). Konflik
ini mengakar secara dalam serta
sangat tampak jelas, dan membutuhkan tindakan untuk mengatasi penyebab
yang mengakar serta efek yang tampak.
Keempat, konflik permukaan (surface conflict).
Konflik ini memiliki
akar yang tidak dalam
atau tidak mengakar. Mungkin pula bahwa konfik permukaan ini
muncul karena kesalahan pemahaman mengenai sasaran dan dapat
diatasi dengan perbaikan komunikasi.[5]
D. Analisis konflik
Untuk mengetahui penyebab konflik, dapat menggunakan
alat analisis konflik. SimonFisher dalam Mukhsin Jamil,
menawarkan beberapa alat analisis konflik, yaitu stage of
conflict, dengan
menggunakan alat ini, maka akan dapat
ditemukan tahapan-tahapan dalam konflik. Sedangkan dengan
menggunakan alat time lines bisa mengetahui kronologi kofliksecara berurutan.
Adapun
analisis conflict maping, alat ini akan menjelaskan tentang siapa saja yang terlibat dalam konflik, isu yang menjadi
faktor penyebab konflik, dan relasi antar aktor. Kemudian, dengan
menggunakan alat segitiga ABC, maka akan dapat mengidentifikasi
attitude, behaviour, dan context. Berbeda dengan theonion, alat
ini membantu mengemukakan tiga hal inti dalam konflik, yaitu,
posisi (position), kepentingan (interest), dan kebutuhan (need). Adapun alat force-field analysis membantu
mengemukakan berbagai pihak yang mendukung atau melemahkan upaya perdamaian dalam suatu konflik. Conflict tree analysis akan
menguraikan penyebabkonflik, inti permasalahan, serta efek yang muncul akibat
konflik. Alat pillars analysis, alat ini akan menguraikan faktor yang
menopang munculnya konflik.
E.
Strategi Pencegahan Konflik
Strategi
untuk pencegahan konflik merupakan strategi sangat penting sehubungan
dengan banyaknya potensi konflik dalam masyarakat sipil dan
kebijakan yang tidak demokratis. Pada dasarnya, pencegahan konflik
merupakan cara untuk mencegah konflik untuk tidak bereskalasi menjadi
konflik lebih besar. Ketika
pencegahan konflik dilakukan, maka akan meminimalisir kekerasan, bahkan
menghilangkan kekerasan. Dengan demikian, maka akan tercapai kondisi
yang penuh dengan kedamaian dan kasih sayang. Oleh karenanya,
menurut Johan Galtung, untuk menerapkan kondisi yang damai,
maka setiap individu dan atau masyarakat harus ada kehendak untuk
mewujudkan. Dalam hal ini, tidak hanya untuk mengurangi kekerasan
(pengobatan) akan tetapi juga ikhtiar untuk menghindari kekerasan
(pencegahan). Karena kekerasan merupakan sesuatu yang
destruktif, merugikan dan membuat manusia kurang beradab.
Nilai-nilai
perdamaian ini, selain merupakan dorongan intrinsik dalam diri manusia,
juga di inspirasi
dari pandangan-pandangan keagamaan nilai-nilai perdamaian juga bersumber
dari nilai-nilai ajaran agama (doktrin
agama). Misalnya, dalam Islam, pesan perdamaian terletak pada term islam dan muslim yang sering diartikan sebagai keselamatan atau
kedamaian. Sedangkan
dalam ajaran Kristen, terdapat pula nilai-nilai
perdamaian yang tercakup dalam pesan Yesus yang berkata
“Kedamaianku Aku berikan atasmu”. Pesan serupa juga terdapat dalam Bhagavat
Gita (kitab suci agama Hindu) yang mengisahkan perjalanan
Mahabarata melalui cara-cara perdamaian ketimbang kekerasan.
Terdapat dua jenis cara untuk mencegah konflik Miall
et al. (2000) menyebutnya sebagai light prevention dan deep
prevention. Light prevention ini berupaya untuk mencegah situasi
kekerasan mengarah pada konflik bersenjata sehingga ia tidak berusaha untuk menyelidik
lebih dalam pada sumber dan akar konflik sedangkan deep prevention berupaya untuk menemukan
akar konflik dengan menekankan hubungan dan kepentingan atas konflik tersebut
dalam tatanan kapasitas domestik, regional, dan internasional untk mengelola konflik,
yang melibatkan seluruh elemen konflik dan bertujuan untuk mengurangi
kemungkinan timbulnya konflik (Miall et al., 2000).
F. Kesimpulan
Pencegahan konflik merupakan salah satu pendekatan yang
digunakan dalam rangka
penyelesaian konflik. Pencegahan konflik atau biasa dikenal denganconflict
prevention bertujuan untuk mencegah konflik agar tidak
mencapaipadatingkat open
conflict. Artinya, pencegahan konflik merupakanlangkahawalagarkonflik
tidak muncul sebagai tindakan yang destruktif. Untukitu, konflik harus bisa dikelola
agar tidak sampai pada tindak kekerasan.
G. DAFTAR PUSTAKA
- Soeleman Soemardi, 1974, Setangkai Bunga Sosiologi Jakarta: Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
- Soerjono Soekanto Soerjono, 1985, Kamus Sosiologi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
- Novri Susan, 2009, Sosiologi Konflik Dan Isu-isu Konflik Kontemporer, Jakarta: Kencana.
[1] Selo Soemardjan,
Soemardi, Soeleman, Setangkai BungaSosiologi, (Jakarta: Yayasan
Badan
PenerbitFakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1974), h. 177
[3] Novri Susan, Sosiologi
Konflik Dan Isu-isu Konflik Kontemporer, (Jakarta: Kencana,
2009), h.
92-93