A.
Agama
Tidak mudah untuk memberikan definisi teehadap istilah Agama, yang
merupakan terjemahan dari istilah religion dalam bahasa Inggris maupun din
dalam bahasa Arab. Alasan kenapa sulit memberikan pengertian terhadap
istilah itu karene pengalaman agama adalah hal yang subjektif, melibatkan emosi
yang membicarakannya dan dipengaruhi oleh tujuan yang membicarakannya. Karena
itulah tidak ada definisi tentang agama yang dapat diterima secara umum. Para
ahli berbeda-beda dalam mendefinisikan agama sejalan dengan latar belakangnya
masing-masing.
Harun Nasution menyatakan bahwa dalam agama terdapat 4 unsur
penting yaitu:
1.
Kekuatan
gaib, manusia merasa dirinya lemah dan berhajat pada kekuatan gaib. Karena itu manusia
merasa harus berhubungan baik dengan kekuatan itu, dengan jalan mematuhi
perintah dan larangannya.
2.
Keyakinan
bahwa kesejahteraan manusia didunia dan di akhirat tergantung pada hubungan
baik dengan kekuatan gaib itu.
3.
Respon
yang bersifat emosional dari manusia, baik berupa perasaan takut maupun cinta,
yang pada giirannya melahirkan bentuk penyembuhan dan cara hidup tertentu.
4.
Keyakinan
terhadap yang suci terutama dalam bentuk kitab suci yang mengandung ajaran
agama yang bersangkutan dan tempat-tempat tertentu.
Senada dengan Nasution, Benner juga menyebutkan beberapa unsur
penting dalam agama, yaitu: kebaikan, pemisahan antara yang sakral dengan yang
profan, kepercayaan terhadap jiwa, kepercayaan terhadap Dewa dan Tuhan,
penerimaan terhadap wahyu yang supra natural, dan pencarian keselamatan.[1]
Pengertian agama yang paling umum dipahami adalah bahwa kata agama
berasal dari bahasa Sansekerta berasal dari kata a (tidak) dan gama (kacau),
jadi kata agama berarti tidak kacau, tidak semrawut, hidup menjadi lurus dan
benar. Agama menunjuk kepada jalan atau cara yang ditempuh untuk mencari
keridhaan Tuhan. Dalam agama itu ada sesuatu yang dianggap berkuasa, yaitu
Tuhan, zat yang memiliki segala sesuatu yang ada, yang berkuasa, yang mengatur
seluruh alam beserta isinya.
Dalam kaitannya filsafat, agama dan filsafat mempunyai perbandingan
yaitu : agama adalah unsur mutlak dan sumber kebudayaan, diciptakan oleh tuhan,
sumber-sumber asumsi dari filsafat dan ilmu pengetahuan, mendahulukan
kepercayaan daripada pemikiran, dan agama mempercayai akan adanya kebenaran dan
khayalan dogma-dogma agama. Sedangkan filsafat adalah salah satu unsur
kebudaayaan, hasil spekulasi manusia, menguji asumsi-asumsi science mulai dari
asumsi tertentu, mempercayakan sepenuhnya kekuatan daya pemikiran dan filsafat
tidak mengakui dogma-dogma agama sebagai kenyataan kebenaran.[2]
B.
Sains
Sains berasal dari bahasa latin scienta yang berarti
pengetahuan atau mengetahui. Dari kata ini terbentuk kata science dalam
bahasa Inggris. Ashley Montagu, guru besar Antropologi di Rutgers University,
seperti yang dikutip oleh Endang
Saifuddin Anshari mendefinisikan ilmu pengetahuan ialah pengetahuan yang
disusun dalam suatu sistema yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan
untuk menentukan hakekat dan prinsip tentang hal yang sedang distudi.
Secara historis, ilmu merupakan model pengkajian alam semesta yang
dikembangkan oleh para ilmuan barat sejak abad ke17, termasuk seluruh aplikasi
praktisnya dalam wilayah teknologi. Francis Bacon meninggalkan ilmu yang
lamayang deduktif dan mengusahakan ilmu yang baru yang induktif. Dengan
munculnya Empirisme yang dirintis oleh bacon dan dikembangkan lebih lanjut oleh
Tomas Hobbes, John Lock, dan David Hume, serta munculnya rasionalisme yang
dipelopori oleh Rene Descartes, ilmu pengetahuan berkembang sedemikian cepat,
dan dewasa ini telah mencapai taraf perkembangan yang mencengangkan. Hal ini
sangat berbeda dengan perkembangan ilmu pada masa sebelumnya dari peradaban-peradaban
kuno sampai abad pertengahan yang sangat lamban. Landasan filosofinya, ilmu
menyangkut landasan ontologis, epistimologis, dan aksiologis. Dalam landasan
tersebut, ilmu dalam kerangka peradigma positivistik. Ini sekaligus juga
dimaksudkan untuk menunjukan dominasi paradigma positivistik dalam ilmu modern.
Tentu ini bersifat simplistis, seakan-akan dalam ilmu modern, hanya ada stu
paradigma yaitu paradigma positivistik. Dalam kenyataannya tidaklah demikian.
Di Barat sendiri telah banyak pemikir yang muncul yang melakukan kritik
terhadap ilmu yang positivistik itu, hanya saja harus diakui, meskipun telah
banyak kritik terhadap paradigma positivistik dan telah muncul
paradigma-paradigma yang lain, namun paradigma positivistik dalam kenyataannya
masih mendominasi perkembangan ilmu sampai dengan dewasa ini.[3]
Ilmu dalam kaitannya filsafat, disebut sebagi induknya ilmu
pengetahuan. Adapun perbedaan diantara keduanya ialah sebagai berikut:
a.
Lapangan
ilmu pengetahuan mempunyai daerah-daerah tertentu, yakni alam dengan segala
kejadiannya, sefangkan filsafat lapangan pembahasannya adalah tentang hakikat
yang umum dan luas.
b.
Tujuan
ilmu pengetahuan ialah berusaha menentukan sifat-sifat dari kejadian alam yang
didalamnya juga terdapat menusia, sedangkan filsafat bertujuan untuk mengetahui
tentang asal-usul manusia, hubungan manusia dengan alam semesta dan bagaimana
akhirnya,
c.
Filsafat
dalan pembahasannya tidak mempergunakan percobaan-percobaan serta penyelidikan
panca indra, tetapi pembahasan penyelidikannya mempergunakan pikiran dan akal.
Sedangkan ilmu pengetahuan dalam pembahasannya dan penyelidikannya
mempergunakan panca indra dan percibaan-percobaan.
d.
Ilmu
pengetahuan dalam menentukan kesimpulam-kesimpulan dapat diterapkan dengan
dalil-dalil yakni yang didasarkan pada penglihatan dan percobaan-percobaan.
Sebaliknya filsafat dalam menentukan kesimpulan tidak memberi keyakinan mutlak,
sebagai kesimpulan selalu mengandung keraguan yang mengakibatkan
perbedaan-perbedaan diantara ahli-ahi filsafat, serta jauh dari kepastian,
kerja sama, serta keyakinan. [4]
0 comments:
Post a Comment