Saturday, 14 October 2017

Sejarah Filsafat India, Tiongkok, Islam Dan Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Filsafat merupakan bidang kajian/ ilmu pengetahuan mausia ynag kompleks yang dihasilkan dari aktifitas bersifat radikal, komprehensif universal, dengan proses analisis, sintesis, spekulatif, dan perspektif tentang segala realitas yang ada baik berupa manusia, alam, dan Tuhan, sejauh kemampuan akal budi manusia, yang di dorong oleh sikap filosofis sehingga mampu menghasilkan berbagai macam teori baik metafisika/ ontology, epistimologi, dan aksiologi sebagai upaya untuk menemukan hakikat kebenaran untuk menggapai kabahagiaan dan kesejahteraan dalam hidup dan kehidupan manusia.[1]
Dalam pemikiran filsafat di Timur terdapat bagian yaitu filsafat India, filsafat tiongkok, filsafat Islam, dan filasfat Indonesia. Dan untuk memahami setiap bagian filsafat di Timur, dalam makalah ini akan di paparkan bagaimana setiap filsafat tersebut, mulai dari periodisasi zaman, ciri – ciri.

B.     Rumusan masalah
1.      Bagaimana filsafat India itu?
2.      Bagaimana filsafat Tiongkok itu?
3.      Bagaimana filsafat islam itu ?
4.      Bagaimana filsafat  Indonesia itu ?

BAB II
PEMBAHASAN
1.      Filsafat India
India adalah suatu wilayah yang dibatasi pegunungan yang terjal. Tidak ada jalan lain kecuali melalui lintasan Kaibar.[2]  India, khususnya Lembah Indus, merupakan tempat lahirnya peradaban dunia yang tertua. Zaman perunggu muncul di sana sekitar 2500 SM. Penggalian arkeologi menunjukan peninggalan – peninggalan yang menyingkap peran lembah Indus sebagai pusat kebudayaan besar.
Antara tahun 1700 hingga 1400 SM terjadi gelombang migrasi bangsa Arya yang memasuki India lewat pegunugan Hindu Kush di Utara. Suku Arya dikenal sebagai suku bangsa yang gemar berperang. Mereka menemukan kuda dan kereta untuk perang. Itulah sebabnya mereka dengan mudah mengalahkan musuh – musuhnya. Mereka mengalami transformasi dari masayarakat nomaden  bertani menjadi menetap. Yang dimaksud musuh disini adalah penduduk asli, yakni suku Dravida, dengan mendesak ke arah Selatan. Dalam perkembangannya terciptalah kelas imam, ketika Brahmanisme, dengan ritualismenya, menjadi semakin penting. Bersama itu pula berkembang tradisi lisan, yang kemudian dikumpulkan dan kita kenal dengan weda.
Dikatakan zaman weda karena sumber benih pemikiran  filsafat berasal dari kitab – kitab weda ( Rig weda, sama weda, yajur weda, dan atharwa weda) yang berupa mantera – mantera, pujian keagamaan yang terdapat dalam sastra Brahmana dan Upanishad. Orang – orang Arya menyembah pada dewa – dewa seperti matahari, bulan, bintang, dan lainnya. Dewa secara harfiah berarti terang karena itu pengertian dewa adalah benda yang terang yang dianggap sebagai kekuatan alam yang mempunyai person.
Dalam sastra Brahmana disebutkan bahwa ketika bangsa Arya telah menetap di Lembah gangga, benih pemikiran filsafat berupa “ korban “. Korban ini dianggap penting dlam kehidupan manusia yang dipersembahkan kepada imam. Misalnya korban diadakan agar matahari tetap bersinar sehingga dengan adanya korbann ini kehidupan msyarakat bersifat ritualistic.
Kedalaman pemikiran filsafat terbukti dari anggapan dahulu (zaman Brahmana), dewa Brahmana hanya dianggap sebagai asas pertama alam semesta. Namunsekarang Brahmana dianggap dewa yang transenden dan immanen serta berada dalam alam semesta dan diri manusia yaitu terjelma berupa unsure api.[3]
Dalam filsafat India terdapat beberapa zaman diantaranya weda yang telah disebutukan diatas, zaman wiracarita, zaman sastra sutra. Zaman wiracarita dilator belakangi krisis politik, kemerosotan moral atau kepercayaan terhadap dewa, akibat penjajah. Banyak yang mencari ketenangan dan muncul para ahli pikir untuk menuangkan pemikirannya, sehingga melahirkan pertentangan dan timbullah aliran yang bertuhan, tidak bertuhan, dan aliran yang spekulatif.
Zaman sastra sutra biasa disebut dengan zaman skolastik, pertama kali muncul adalah kitab wedangga dengan uraian prosa yang timbul sutra – sutra yang bertentangan dengan weda dan dijadikan sumber filsafat.
Metode filsafat India pada umumnya mengikuti langkah – langkah berikut :
a.       Sravana ( mendengarkan) : mendengarkan ajaran – ajaran benar dari teks – teks kitab suci agar dapat menangkap pengertiannya secara penuh
b.      Manana (perbincangan/penalaran) : diskusi tentang isi teks yang didengar tadi
c.       Nididhyasana : duduk dalam sikap meditasi dengan konsentrasi pikiran pada ajaran yang didengarkan itu. Dengan sikap meditasi, pikiran dibebaskan dari keraguan. Pikiran menjadi terbuka untuk diresapi dan diterangi oleh kebenaran ajaran itu.

2.      Filsafat Tiongkok
Filsafat Tiongkok dapat dikatakan hidup dalam kebudayaan Tiongkok. Pemikiran filsafat selalu diberikan dalam setiap jenjang pendidikan dari sejak pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Yang mana filsafat Tiongkok dilatarbelakangi banyak aspek seperti aspek ekonomi, aspek geografis, sikap terhadap alam, sistem kekerabatan, dan lainya. Tiongkok adalah suatu Negari dataran yang luas sekali, tidak pernah melihat lautan. Sebagai Negara agraris ynag selalu mengandalkan potensi atau hasil tanahnya dengan dibuktikan dengan keunggulan kerajaan Tiongkok kuno yang ahli bertani dan berperang.
Tradisi Tiongkok dalam pekerjaan mendapat tempat terhormat adalah mengolah tanah dan menuntut ilmu. Kesederhanaan dan tidak mementingkan diri sendiri inilah yang menjelma dalam sikap hidupnya. Bagi rakyat Tiongkok kesenian merupakan alat pendidikan moral, dengan bahasa yang digunakan dalam pemikirannya adalah sugestif, yaitu isi pemikirannya tidak tegas hanya mengandung saran – saran. Akar alam pikiran rakyat Tiongkok adalah Taoisme dan Confucianisme.
Taoisme adalah pandangan hidup yang menitikberatkan pada hal – hal yang bersifat naturalistic yang berada dalam diri manusia. Didirikan oleh Lao Tze tahun 604 SM, yang ajarannya berpengaruh terhadap masyarakat Tiongkok. Tujuan tertinggi adalah meloloskan diri dari khayalan keinginan renungan ghaib. Yang mana pemikirannya dapat dikatakan penuh dengan kasih sayang, “dalam memberi kasih sayang bukan hanya kepada anggota keluarga saja namun yang lain, kerugian akibat perang bertentangan dengan dasar kecintaan  manusia sehingga harus di cela.”
Confucianisme adalah pandangan hidup yang menitikberatkan pada organisasi social danmenekankan kepada tanggung jawab manusia terhadap masyarakat. Dipelopori oleh Kung Fu Tzu (551-479 SM), ia dianggap sebagai guru kesusilaan bangsa cina. Pemikirannya, suatu hal yang dipentingkan oleh Kung Fu Tze adalah ritual dan harus menguasai aspek keagamaan dan social. Dimana budaya Tiongkok tetap terwariskan dengan kesadaran akan “hak dan kewajiban”

3.      Filsafat Islam
Islam dengan kebudayaan telah berjalan selama 15 abad. Falsafah merupakan usaha memperoleh hikmah, sedangkan hikmah diperoleh tidak selalu dengan jalan falsafah. [4] setelah Kaisar Yustianus menutup akademi Napoleon di Athena, beberapa guru besar hijrah ke Kresipon tahun 527, yang disambut oleh Kaisar tahun 529. Setelah ditempat yang baru mengadakan kegiatan mengajarkan filsafat dalam waktu 20 tahun juga mempengaruhi lahirnya lembaga- lembaga yang mengajarkan filsafat.
Ulama ada yang menentang dengan adanya filsafat ada juga yang menyetujuinya, seperti yang tidak setuju, mengatakan bahwa Al – Qur’an bukan untuk diperdebatkan, dipikirkan, dan ditakwilkan dengan akal namun dijadikan tuntunan hidup di dunia dan di akhirat.
Perbedaan yang mendorong aliran filsafat timbul :
a.       Persoalan tentang zat Tuhan yang tidak dapat diraba, dirasa, dan dipikirkan
b.      Perbedaan orientasi dan tujuan hidup
c.       Perbedaan cara berfikir
d.      Perasaan “asabiyah”, keyakinan yang buta atas dasarr suatu pendirian walaupun diyakini tidak benar lagi.
Menurut Bagir, filsafat islam bisa dilihat sebagai gabungan antara pemikiran liberal dan agama. Ia bisa disebut liberal dalam hal pengandalannya pada kebenaran – kebenaran primer dan metode demonstrasional untuk membengun argument – argumentasinya. Pada saat yang sama, pengaruh keyakinan religious atau quasi religious amat dominan, baik dalam penerimaan kesepakatan mengenai apa yang dianggap sebagai kebenaran – kebenaran primer tersebut.[5]
Pembagian aliran pemikiran filsafat islam ini berdasarkan hubungan dengan sistem pemikiran Yunani
a.       Periode Mu’tazilah
Periode ini berlangsung selama 4 abad di Baghdad dan Basrah. Mu’tazilah memisahkan diri dari Hasan Al-basri oleh Wasil bin Atha yang berpendapat bahwa seorang muslim berlaku dosa besar tidak kafir juga tidak mukmin dan melanjutkan teori – teori falsafi. Keberadaannya sangat penting karena apabiloa mu’tazilah tidak ada maka ilmu kalam dan filsafat islam tidak ada. Orientasinya adalah berfikir akal dahulu baru diselaraskan dengan Al – Qur’an dan Al – Hadis
b.      Jabariyah
Dipelopori oleh Al- Jahm bin safwan yang muncul bersamaan dengan mazhab Qadariyah. Pernyataan yang paling terkenal adalan hanya Allahlah yang menentukan dan memutuskan segala amal perbuatan manusia.
c.       Khawarij
Timbul karena soal politik, kemudian berubah menjadi dogmatic – teologis. Mereka menuduh Ali lebih percaya pada putusan manusia dari Allah. Kaum khawarij berpendapat bahwa orang yang hidup sampai meninggal tidak bertaubat maka kafir dan kekal dineraka.
d.      Qodariyah
madzhab ini dianggap sebagai sarana untuk menentang politik bani umayyah yang kejam.
e.       Murji’ah
Munculnya sama seperti khawarij, sebagai sebab – sebab politik. Banyak tuduhan terhadap khalifah Bani Umayyah dianggap mengesampingkan ajaran islam karena perilaku para khalifah yang sangat kejam.

4.      Filsafat Indonesia
Pemikiran bangsa Indonesia berbeda dengan pemikiran bangsa lain,yang bersumber pada pemikiran filsafat Yunani, walaupun pemikiran filsafat Yunani ni telah dapat dibuktikan dengan keberhasilannya membangun peradaban manusia, tetapi pada akhirnya akan mengalami kepincangan hidup.
Pandangan hidup atau pemikiran yang diperuntukkan membangun peradaban manusia, akan melahirkan manusia – manusia yang egoistis, yaitu mementingkan diri sendiri dan menganggap orang lain sebagai objek kepentingan diri sendiri.
Dalam pemikiran filsafat Indonesia diperuntukkan dalam atau sebagai landasan hidup bangsa Indonesia. Manusia akan kehilangan sebagian kehidupannya apabila hidupnya tidak atau tanpa suatu sistem pemikiran yang digunakan dalam tujuan kehidupan sehingga hidupnya akan mengalami kepincangan, selanjutnya akan mengalami kekecewaan hidup.
Untuk mencapai kesejahteraan, kebahagiaan dan ketentraman seseorang harus mengupayakan dengan tiga cara keselarasan atau keharmonisan :
a.       Selaras atau harmonis dengan dirinya sendiri
b.      Selaras dengan pergaulam sesame manusia, dan lingkungan hidupnya
c.       Selaras dengan Tuhan yang maha Esa.

Pandangan hidup Indonesia sudah jelas terdapat dalam pancasila. Dan hanyalah pancasilalah yang pantas dijadikan pandangan hidup sekaligus landasan pemikiran bangsa dan Negara Indonesia.
Sila I : ketuhanan yang maha Esa
Sila II : kemanusiaan yang adil dan beradab
Sila III : persatuan Indonesia
Sila IV : kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
Sila V: keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia
Lima sila diatas merupakan bentuk totalitas kebulatan tunggal, dimana setiap sila selalu megandung keempat sila lainnya. Tidak boleh bertentangan sesame sila, yang bersifat abstrak, umum universal, tetap tidak berubah, menyatu dalam satu inti hakikat mutlak :Tuhan, manuisa, satu, rakyat, dan adil.

BAB III
PENUTUP
Simpulan
India adalah suatu wilayah yang dibatasi pegunungan yang terjal. Tidak ada jalan lain kecuali melalui lintasan Kaibar.[6]  India, khususnya Lembah Indus, merupakan tempat lahirnya peradaban dunia yang tertua. Zaman perunggu muncul di sana sekitar 2500 SM. Penggalian arkeologi menunjukan peninggalan – peninggalan yang menyingkap peran lembah Indus sebagai pusat kebudayaan besar.
Filsafat Tiongkok dapat dikatakan hidup dalam kebudayaan Tiongkok. Pemikiran filsafat selalu diberikan dalam setiap jenjang pendidikan dari sejak pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Yang mana filsafat Tiongkok dilatarbelakangi banyak aspek seperti aspek ekonomi, aspek geografis, sikap terhadap alam, sistem kekerabatan, dan lainya
Islam dengan kebudayaan telah berjalan selama 15 abad. Falsafah merupakan usaha memperoleh hikmah, sedangkan hikmah diperoleh tidak selalu dengan jalan falsafah
Lima sila diatas merupakan bentuk totalitas kebulatan tunggal, dimana setiap sila selalu megandung keempat sila lainnya. Tidak boleh bertentangan sesame sila, yang bersifat abstrak, umum universal, tetap tidak berubah, menyatu dalam satu inti hakikat mutlak :Tuhan, manuisa, satu, rakyat, dan adil

DAFTAR PUSTAKA
·         Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, (  Jakarta, PT. Rajagrafindo Persada, 2012)
·         Maftukhin, Filsafat islam, (Yogyakarta, Teras, 2012)
·         Mahfud Junaedi, Filsafat Pendidikan Islam



[1] Mahfud Junaedi, Filsafat Pendidikan Islam, hlm 73
[2] Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, (  Jakarta, PT. Rajagrafindo Persada, 2012) hal 85
[3] Ibid hal 87
[4] Maftukhin, Filsafat islam, (Yogyakarta, Teras, 2012),hal 1
[5]  Ibid hal 5
[6] Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, (  Jakarta, PT. Rajagrafindo Persada, 2012) hal 85

0 comments:

Post a Comment