BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Filsafat
merupakan bidang kajian/ ilmu pengetahuan mausia ynag kompleks yang dihasilkan
dari aktifitas bersifat radikal, komprehensif universal, dengan proses
analisis, sintesis, spekulatif, dan perspektif tentang segala realitas yang ada
baik berupa manusia, alam, dan Tuhan, sejauh kemampuan akal budi manusia, yang
di dorong oleh sikap filosofis sehingga mampu menghasilkan berbagai macam teori
baik metafisika/ ontology, epistimologi, dan aksiologi sebagai upaya untuk menemukan
hakikat kebenaran untuk menggapai kabahagiaan dan kesejahteraan dalam hidup dan
kehidupan manusia.[1]
Dalam
pemikiran filsafat di Timur terdapat bagian yaitu filsafat India, filsafat
tiongkok, filsafat Islam, dan filasfat Indonesia. Dan untuk memahami setiap
bagian filsafat di Timur, dalam makalah ini akan di paparkan bagaimana setiap
filsafat tersebut, mulai dari periodisasi zaman, ciri – ciri.
B. Rumusan
masalah
1. Bagaimana
filsafat India itu?
2. Bagaimana
filsafat Tiongkok itu?
3. Bagaimana
filsafat islam itu ?
4. Bagaimana
filsafat Indonesia itu ?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Filsafat
India
India adalah suatu wilayah yang dibatasi
pegunungan yang terjal. Tidak ada jalan lain kecuali melalui lintasan Kaibar.[2] India, khususnya Lembah Indus, merupakan
tempat lahirnya peradaban dunia yang tertua. Zaman perunggu muncul di sana
sekitar 2500 SM. Penggalian arkeologi menunjukan peninggalan – peninggalan yang
menyingkap peran lembah Indus sebagai pusat kebudayaan besar.
Antara tahun 1700 hingga 1400 SM terjadi
gelombang migrasi bangsa Arya yang memasuki India lewat pegunugan Hindu Kush di
Utara. Suku Arya dikenal sebagai suku bangsa yang gemar berperang. Mereka
menemukan kuda dan kereta untuk perang. Itulah sebabnya mereka dengan mudah
mengalahkan musuh – musuhnya. Mereka mengalami transformasi dari masayarakat
nomaden bertani menjadi menetap. Yang dimaksud
musuh disini adalah penduduk asli, yakni suku Dravida, dengan mendesak ke arah
Selatan. Dalam perkembangannya terciptalah kelas imam, ketika Brahmanisme,
dengan ritualismenya, menjadi semakin penting. Bersama itu pula berkembang
tradisi lisan, yang kemudian dikumpulkan dan kita kenal dengan weda.
Dikatakan zaman weda karena sumber benih
pemikiran filsafat berasal dari kitab –
kitab weda ( Rig weda, sama weda, yajur weda, dan atharwa weda) yang berupa
mantera – mantera, pujian keagamaan yang terdapat dalam sastra Brahmana dan
Upanishad. Orang – orang Arya menyembah pada dewa – dewa seperti matahari,
bulan, bintang, dan lainnya. Dewa secara harfiah berarti terang karena itu
pengertian dewa adalah benda yang terang yang dianggap sebagai kekuatan alam
yang mempunyai person.
Dalam sastra Brahmana disebutkan bahwa
ketika bangsa Arya telah menetap di Lembah gangga, benih pemikiran filsafat
berupa “ korban “. Korban ini dianggap penting dlam kehidupan manusia yang
dipersembahkan kepada imam. Misalnya korban diadakan agar matahari tetap
bersinar sehingga dengan adanya korbann ini kehidupan msyarakat bersifat
ritualistic.
Kedalaman pemikiran filsafat terbukti dari
anggapan dahulu (zaman Brahmana), dewa Brahmana hanya dianggap sebagai asas
pertama alam semesta. Namunsekarang Brahmana dianggap dewa yang transenden dan
immanen serta berada dalam alam semesta dan diri manusia yaitu terjelma berupa
unsure api.[3]
Dalam filsafat India terdapat beberapa
zaman diantaranya weda yang telah disebutukan diatas, zaman wiracarita, zaman
sastra sutra. Zaman wiracarita dilator belakangi krisis politik, kemerosotan
moral atau kepercayaan terhadap dewa, akibat penjajah. Banyak yang mencari
ketenangan dan muncul para ahli pikir untuk menuangkan pemikirannya, sehingga
melahirkan pertentangan dan timbullah aliran yang bertuhan, tidak bertuhan, dan
aliran yang spekulatif.
Zaman sastra sutra biasa disebut dengan
zaman skolastik, pertama kali muncul adalah kitab wedangga dengan uraian prosa
yang timbul sutra – sutra yang bertentangan dengan weda dan dijadikan sumber
filsafat.
Metode filsafat India pada umumnya mengikuti langkah –
langkah berikut :
a. Sravana
( mendengarkan) : mendengarkan ajaran – ajaran benar dari teks – teks kitab
suci agar dapat menangkap pengertiannya secara penuh
b. Manana
(perbincangan/penalaran) : diskusi tentang isi teks yang didengar tadi
c. Nididhyasana
: duduk dalam sikap meditasi dengan konsentrasi pikiran pada ajaran yang
didengarkan itu. Dengan sikap meditasi, pikiran dibebaskan dari keraguan.
Pikiran menjadi terbuka untuk diresapi dan diterangi oleh kebenaran ajaran itu.
2.
Filsafat
Tiongkok
Filsafat Tiongkok dapat dikatakan hidup
dalam kebudayaan Tiongkok. Pemikiran filsafat selalu diberikan dalam setiap
jenjang pendidikan dari sejak pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Yang
mana filsafat Tiongkok dilatarbelakangi banyak aspek seperti aspek ekonomi,
aspek geografis, sikap terhadap alam, sistem kekerabatan, dan lainya. Tiongkok
adalah suatu Negari dataran yang luas sekali, tidak pernah melihat lautan.
Sebagai Negara agraris ynag selalu mengandalkan potensi atau hasil tanahnya
dengan dibuktikan dengan keunggulan kerajaan Tiongkok kuno yang ahli bertani
dan berperang.
Tradisi Tiongkok dalam pekerjaan mendapat
tempat terhormat adalah mengolah tanah dan menuntut ilmu. Kesederhanaan dan
tidak mementingkan diri sendiri inilah yang menjelma dalam sikap hidupnya. Bagi
rakyat Tiongkok kesenian merupakan alat pendidikan moral, dengan bahasa yang
digunakan dalam pemikirannya adalah sugestif, yaitu isi pemikirannya tidak
tegas hanya mengandung saran – saran. Akar alam pikiran rakyat Tiongkok adalah
Taoisme dan Confucianisme.
Taoisme adalah pandangan hidup yang
menitikberatkan pada hal – hal yang bersifat naturalistic yang berada dalam
diri manusia. Didirikan oleh Lao Tze tahun 604 SM, yang ajarannya berpengaruh
terhadap masyarakat Tiongkok. Tujuan tertinggi adalah meloloskan diri dari
khayalan keinginan renungan ghaib. Yang mana pemikirannya dapat dikatakan penuh
dengan kasih sayang, “dalam memberi kasih sayang bukan hanya kepada anggota
keluarga saja namun yang lain, kerugian akibat perang bertentangan dengan dasar
kecintaan manusia sehingga harus di
cela.”
Confucianisme adalah pandangan hidup yang
menitikberatkan pada organisasi social danmenekankan kepada tanggung jawab
manusia terhadap masyarakat. Dipelopori oleh Kung Fu Tzu (551-479 SM), ia
dianggap sebagai guru kesusilaan bangsa cina. Pemikirannya, suatu hal yang
dipentingkan oleh Kung Fu Tze adalah ritual dan harus menguasai aspek keagamaan
dan social. Dimana budaya Tiongkok tetap terwariskan dengan kesadaran akan “hak
dan kewajiban”
3.
Filsafat
Islam
Islam dengan kebudayaan telah berjalan
selama 15 abad. Falsafah merupakan usaha memperoleh hikmah, sedangkan hikmah
diperoleh tidak selalu dengan jalan falsafah. [4]
setelah Kaisar Yustianus menutup akademi Napoleon di Athena, beberapa guru
besar hijrah ke Kresipon tahun 527, yang disambut oleh Kaisar tahun 529.
Setelah ditempat yang baru mengadakan kegiatan mengajarkan filsafat dalam waktu
20 tahun juga mempengaruhi lahirnya lembaga- lembaga yang mengajarkan filsafat.
Ulama ada yang menentang dengan adanya
filsafat ada juga yang menyetujuinya, seperti yang tidak setuju, mengatakan
bahwa Al – Qur’an bukan untuk diperdebatkan, dipikirkan, dan ditakwilkan dengan
akal namun dijadikan tuntunan hidup di dunia dan di akhirat.
Perbedaan yang mendorong aliran filsafat timbul :
a. Persoalan
tentang zat Tuhan yang tidak dapat diraba, dirasa, dan dipikirkan
b. Perbedaan
orientasi dan tujuan hidup
c. Perbedaan
cara berfikir
d. Perasaan
“asabiyah”, keyakinan yang buta atas dasarr suatu pendirian walaupun diyakini
tidak benar lagi.
Menurut Bagir, filsafat islam bisa
dilihat sebagai gabungan antara pemikiran liberal dan agama. Ia bisa disebut
liberal dalam hal pengandalannya pada kebenaran – kebenaran primer dan metode
demonstrasional untuk membengun argument – argumentasinya. Pada saat yang sama,
pengaruh keyakinan religious atau quasi religious amat dominan, baik dalam
penerimaan kesepakatan mengenai apa yang dianggap sebagai kebenaran – kebenaran
primer tersebut.[5]
Pembagian aliran pemikiran filsafat
islam ini berdasarkan hubungan dengan sistem pemikiran Yunani
a. Periode
Mu’tazilah
Periode
ini berlangsung selama 4 abad di Baghdad dan Basrah. Mu’tazilah memisahkan diri
dari Hasan Al-basri oleh Wasil bin Atha yang berpendapat bahwa seorang muslim
berlaku dosa besar tidak kafir juga tidak mukmin dan melanjutkan teori – teori
falsafi. Keberadaannya sangat penting karena apabiloa mu’tazilah tidak ada maka
ilmu kalam dan filsafat islam tidak ada. Orientasinya adalah berfikir akal
dahulu baru diselaraskan dengan Al – Qur’an dan Al – Hadis
b. Jabariyah
Dipelopori
oleh Al- Jahm bin safwan yang muncul bersamaan dengan mazhab Qadariyah.
Pernyataan yang paling terkenal adalan hanya Allahlah yang menentukan dan
memutuskan segala amal perbuatan manusia.
c. Khawarij
Timbul
karena soal politik, kemudian berubah menjadi dogmatic – teologis. Mereka
menuduh Ali lebih percaya pada putusan manusia dari Allah. Kaum khawarij
berpendapat bahwa orang yang hidup sampai meninggal tidak bertaubat maka kafir
dan kekal dineraka.
d. Qodariyah
madzhab ini dianggap sebagai sarana
untuk menentang politik bani umayyah yang kejam.
e. Murji’ah
Munculnya
sama seperti khawarij, sebagai sebab – sebab politik. Banyak tuduhan terhadap
khalifah Bani Umayyah dianggap mengesampingkan ajaran islam karena perilaku
para khalifah yang sangat kejam.
4.
Filsafat
Indonesia
Pemikiran bangsa Indonesia berbeda dengan
pemikiran bangsa lain,yang bersumber pada pemikiran filsafat Yunani, walaupun
pemikiran filsafat Yunani ni telah dapat dibuktikan dengan keberhasilannya
membangun peradaban manusia, tetapi pada akhirnya akan mengalami kepincangan
hidup.
Pandangan hidup atau pemikiran yang
diperuntukkan membangun peradaban manusia, akan melahirkan manusia – manusia
yang egoistis, yaitu mementingkan diri sendiri dan menganggap orang lain
sebagai objek kepentingan diri sendiri.
Dalam pemikiran filsafat Indonesia
diperuntukkan dalam atau sebagai landasan hidup bangsa Indonesia. Manusia akan
kehilangan sebagian kehidupannya apabila hidupnya tidak atau tanpa suatu sistem
pemikiran yang digunakan dalam tujuan kehidupan sehingga hidupnya akan
mengalami kepincangan, selanjutnya akan mengalami kekecewaan hidup.
Untuk mencapai kesejahteraan, kebahagiaan
dan ketentraman seseorang harus mengupayakan dengan tiga cara keselarasan atau
keharmonisan :
a. Selaras
atau harmonis dengan dirinya sendiri
b. Selaras
dengan pergaulam sesame manusia, dan lingkungan hidupnya
c. Selaras
dengan Tuhan yang maha Esa.
Pandangan hidup Indonesia sudah jelas
terdapat dalam pancasila. Dan hanyalah pancasilalah yang pantas dijadikan
pandangan hidup sekaligus landasan pemikiran bangsa dan Negara Indonesia.
Sila I : ketuhanan yang maha Esa
Sila II : kemanusiaan yang adil dan beradab
Sila III : persatuan Indonesia
Sila
IV : kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
Sila V: keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia
Lima sila diatas merupakan bentuk
totalitas kebulatan tunggal, dimana setiap sila selalu megandung keempat sila
lainnya. Tidak boleh bertentangan sesame sila, yang bersifat abstrak, umum
universal, tetap tidak berubah, menyatu dalam satu inti hakikat mutlak :Tuhan,
manuisa, satu, rakyat, dan adil.
BAB
III
PENUTUP
Simpulan
India adalah suatu wilayah yang dibatasi pegunungan
yang terjal. Tidak ada jalan lain kecuali melalui lintasan Kaibar.[6] India, khususnya Lembah Indus, merupakan
tempat lahirnya peradaban dunia yang tertua. Zaman perunggu muncul di sana
sekitar 2500 SM. Penggalian arkeologi menunjukan peninggalan – peninggalan yang
menyingkap peran lembah Indus sebagai pusat kebudayaan besar.
Filsafat Tiongkok dapat dikatakan hidup dalam
kebudayaan Tiongkok. Pemikiran filsafat selalu diberikan dalam setiap jenjang
pendidikan dari sejak pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Yang mana
filsafat Tiongkok dilatarbelakangi banyak aspek seperti aspek ekonomi, aspek
geografis, sikap terhadap alam, sistem kekerabatan, dan lainya
Islam dengan kebudayaan telah berjalan selama 15 abad.
Falsafah merupakan usaha memperoleh hikmah, sedangkan hikmah diperoleh tidak
selalu dengan jalan falsafah
Lima sila diatas merupakan bentuk totalitas kebulatan
tunggal, dimana setiap sila selalu megandung keempat sila lainnya. Tidak boleh
bertentangan sesame sila, yang bersifat abstrak, umum universal, tetap tidak
berubah, menyatu dalam satu inti hakikat mutlak :Tuhan, manuisa, satu, rakyat,
dan adil
DAFTAR PUSTAKA
·
Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, ( Jakarta, PT. Rajagrafindo Persada, 2012)
·
Maftukhin, Filsafat islam, (Yogyakarta, Teras,
2012)
·
Mahfud Junaedi, Filsafat
Pendidikan Islam
0 comments:
Post a Comment